Jumat, 18 September 2015

Tinggalkan Mekanik Pilih Gilo-gilo Untuk Nafkahi Keluarga

Pekerjaan tidak selalu sejalan dengan latar belakang pendidikan, hal ini terbukti pada Minto Wardoyo yang setiap harinya menjajahkan dagangannya di jalan Singosari I Kota Semarang yang merupakan pusat tempat kos-kosan ditengah Kota.
Suminto nama pemberian Orang dan Mertua ini berasal dari Kabupaten Klaten Propinsi Jawa Tengah mencoba peruntunganya di Kota Semarang. Benar saja berkat kepandaiannya pria yang hanya tamat SMP ini langsung diterima untuk bergabung pada bengkel JINAWI Milik bapak Handoko. Lebih 5 tahun bergabung dengan bengkel tersebut Sebelum akhirnya memutuskan untuk bergadang “gilo-gilo” Keputusan berhenti dari pekerjaanya sebagai mekanik semata dilatari karena bengkel tersebut sering tutup pada hari minggu sehingga dirinya merasa bingung kalua hari minggu tidak bekerja. Berawal dari rekan perantaunya berdagang gilo-gilo setiap hari minggu dimana dirinya tidak bekerja dapat membantu rekannya keliling kota Semarang. Ternyata gilo-gilo inilah yang membawa Minto berpindah hati untuk tidak lagi bekerja pada bengkel yang berjasa menyelamatkan hidupnya pertama kali merantau. Gilo-gilo bukan berarti gila, gilo-gilo merupakan ungkapan bahasa Jawa yang merupakan padanan kata iki lo (ini loh-red). Karena banyak ragam makanan yang digerobak berukuran 1,5 x 1 m ini mulai dari buah-buahan, gorengan hingga makanan tradisional Jawa Tengah, lafas pembeli maupun penjual yang cepat menyebutkan iki loh-iki loh, sehingga terdengar gilo-gilo, namun memang ada juga Bahasa Jawa yang menyebutkan iki lo dengan gilo dan mejadi ciri khasnya dalah lampu pelita, jika lampu menyala artinya dagangan mulai digelar namupun jika lampunya mati itu pertanda usai sudah perhelatan dangangan,jelas Minto kepada Kopi, Kamis (17/9). Pria kelahiran Klaten 20 Maret 1974 ini setiap hari mendorong gerobak daganganya dari rumah sewaan bersama rekan-rekan perantuanya sekitar 30 menit sampai ke lokasi mangkalnya yang sudah ditempatinya selama 25 tahun. Banyak certia, banyak kisah selama dagang gilo-gilo mulai dari mereka yang bertemu jodohnya hingga ada yang menjadi doktor pun
pernah mangkal di tempat daganganya. Minto Wardoyo begitu nama lengkap pria yang senang bercanda dengan pembelinya ini mengaku, itulah modal dasarnya dagang, mahasiswa itu sudah stress dengant tugas yang sulit dan banyak dari dosenya, “jadi saya mencoba menghibur mereka supaya tidak stress”, imbuh Minto. Dari pantuan KOPI tidak hanya pelajar dan mahasiswa yang menjadi pelanggannya yang sudah silih berganti tahun seiiring bergMinto sedang Merapikan Dagangannyaantinya tahun kalender akademik, terlihat mereka yang sudah berkeluargapun turut mangkal. Gorengan serta makanan tradisional yang menjadi pelengkap daganganya ini merupakan titipan tetangga sekitar tempatnya menyewa rumah, terkadang gorengan tersebut pun menjadi penentu untuk Minto berdagang tidakanya, sementara itu buah-buah seperti Bengkoang, Semangka, Nanas, Pepaya serta Melon dibelinya setiap selesai shalat subuhnya di pasar Johar Semarang. Minto yang mulai berada ditempat mangkalnya setelah shalat Magrib hingga pukul 23.00 WIB ini, Saat ditanya KOPI mengenai keuntungan, dengan harga jual Rp.1.000 per potongan buahnya serta gorengan 3 buah Rp.2.000, Minto menjelaskan bahwa sulit untuk menceritakan berapa keuntungan yang didaapt dari sisa biaya yang dikeluarkan setiap harinya, selain itu setiap malamnya tidak sama karena jumlah pembelipun juga tidak sama setiap malamnya, namun Minto mengilustrasikan keuntungannya jika dirata-rata setiap hari setelah dikurangi modal dagangan, makan, minum dan rokok, “Alhamdulillah dapat mengantongi Rp.150.000 hingga Rp.300.000 untuk menafkahi anak istri,” aku Mas Minto sapaan akrabnya. Sistem jual beli gilo-gilo memang perlu kejujuran dari pembeli, pembeli dapat makan terlebih dahulu buah ataupun gorengan setelah itu baru melakukan pembayaran, memang riskan dengan jumlah yang dimakan berbeda karena keasyikan ngobrol, hal ini berbeda dengan mereka yang membeli langsung pulang karena itu bisa pasti jumlah yang dibeli, namun mereka yang makan ditempat sambil bersilaturahmi dengan pembeli lainya, namun Minto merasa tidak takut kalau ada pembelinya yang tidak jujur, mungkin saja mereka lupa, “Kalau lupa mau diapakan karena agama sayapun mengajarkan untuk memaafkan orang yang lupa, jadi ikhlas saja biarlah tuhan nanti yang membayarnya,” tukas Minto mengakhiri perbincangan dengan KOPI menjelang larut malam.(sah) Sumber Tulisan Asli: http://www.pewarta-indonesia.com/inspirasi/serba-serbi/17364-tinggalkan-mekanik-pilih-qgilo-giloq-untuk-mencari-nafkah.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar