Dekade silam kita mengenal kata join venture yang merupakan kerja sama beberapa perusahaan untuk saling menguntungkan. Tumbuhnya UMKM di Indonesia yang bisa dikatakan dengan cepat sehingga banyak pola dan strategi bisnis yang coba diadopsi perusahaan untuk tetap bertahan dan mendapatkan keuntungan. Lantas bagaimana diera yang srba cepat dan canggih ini untuk perusahaan agar tetap bertahan ditengah daya saing yang kian tanpa mengenal volume perusahaan.
General Secretary IMA Chapter Sulawesi Selatan Periode 2008 – 2012 Anshar Daud, Kepada KOPI, Senin 28 September 2015 menyampaikan strategi bisnis yang mungkin bisa ditempuh pada kondisi perekonomian yang kian tak menentu ini. Menurutnya saat ini strategy Bundling memungkinkan memberi kemudahan dan manfaat yang besar bagi konsumen, karena semua produk terkait sudah dikemas menjadi satu paket dengan harga tunggal dan biasanya lebih murah dibandingkan jika produk-produk tersebut dibeli dalam satuan terpisah.
Bentuk kerja sama tersebut lazim disebut pemasaran kolaboratif (collaborative marketing), dimana sejumlah perusahaan saling bekerja sama dan memadukan sumber daya kekuatan untuk menciptakan inovasi proses penawaran suatu produk secara lebih efektif dan efisien, sehingga melalui kolaborasi, perusahaan pemasok, afiliasi, mitra dan pihak relevan lainnya berinteraksi saling melengkapi satu sama lain dan mengisi kekurangan/kelemahan perusahaan lainnya. “Dengan demikian akan terbentuk suatu aliansi dan sinergi yang kuat dan memperbesar daya saing produk atau merek di pasar namun yang pasti hal tersebut dapat meningkatkan manfaat yang diterima oleh konsumen”, Tutur Anshar.
Lebih lanjut pemilik Sertifikasi Marketing ini menjelaskan bahwa, untuk pada pemasaran kolaboratif, perusahaan yang menyatakan kesediaan sebaiknya mempersiapkan hal-hal antara lain Sharing Sumber Daya (Resources) yang merupakan kolaborasi yang ideal mampu memadukan berbagai sumber daya yang dimiliki oleh seluruh perusahaan yang terlibat. Sinkronisasi Sistem Pendukung (IT Support) yaitu seperangkat sistem informasi yang digunakan untuk keperluan transaksi dengan konsumen harus bisa disinkronkan satu sama lain, baik beroperasi secara manual maupun otomatis maupun online dan offline. Berikutnya adalah Kesesuain Segmen Pelanggan, Semakin banyak perusahaan yang terlibat dalam kolaborasi makin sulit menyesuaikan segmen pasar yang dituju. Karena itu diperlukan kompromi dan adjustment agar segmen yang terpilih relatif dekat dengan karakteristik segmen harapan semua pihak. Dan terakhir adalah Afordabilitas Harga, paket bundling umumnya lebih murah dari harga satuan produk yang dibeli secara terpisah. Jika harganya terpaksa lebih mahal, maka benefitnya harus lebih besar baik secara fungsional maupun emosional. Aspek emosional bisa berupa kenyamanan, kepastian, kemudahan, kesederhanaan proses dan citra diri konsumen ketika mengkonsumsi produk maupun jasa tersebut.
Ditanya mengenai kepentingan harga terhadap segmentasi pasar yang akan dimasuki perusahaan, Pria kelahiran 27 April 1972 di Pinrang Sulawesi Selatan ini menegaskan bahwa pada segmen menengah bawah, afordabilitas harga berhubungan dengan manfaat rasionalnya. Sedangkan segmen menengah atas dominan berada pada sisi emosional. Untuk itu pastikan terlebih dulu segmennya sebelum perusahaan mengambil keputusan sebelum mengemas harga jual. “Kata kuncinya adalah nilai (value) pelanggan, selama nilai yang mereka terima sesuai dengan ekpektasinya, berapapun harganya akan tetap terasa terjangkau (affordable)”.Tukas Anshar
mengakhiri perbincangan.
Sumber Tulisan Asli:
http://www.pewarta-indonesia.com/inspirasi/opini/17446-penerapan-strategi-pemasaran-kolaboratif-untuk-atasi-kondisi-perekonomian-labil.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar