Perkembangan pesat teknologi di awal
abad 21 atau yang lebih dikenal dengan abad millcnium, menuntun kita untuk
beralih dari cara- cara dan alat tradisional yang terkesan lamban untuk
digantikan dengan sesuatu yang nota bene bisa digunakan secara cepat (instant).
Konsekuensi terhadap kemajuan teknologi jelas ada, baik yang positif maupun
negatif. Tentu saja, pada abad tahun 2000 an
jarang ditemukan anak-anak sekolah yang mampu mengoperasi teknologi secara
mahir. Namun belakangan ini anak-anak sekolah sudah pandai mengoperasikan
kecang- gihan teknologi seperti computer , menggunakan HP (hand phone), Handy
camera, digital camera bahkan mahir menjelajahi dunia maya di internet. Sebuah
trend teknologi yang dinilai sudah membludak saat ini.
Namun, dibalik kemampuannya
mengoperasikan berbagai teknologi tentunya banyak lupa akan teknologi itu
sebetulnya manfaat yang hatus dipenuhi. Artinya, bukan hanya me- nguasai
teknologi semata. Tapi, teknologi itu bisa bermanfaat untuk diri dan orang
lain. Karenaannya, wajar dampak yang dipikirkan dari teknologi itu, mereka
akan condong bersifat ego dan hidup secara sendiri-sendiri karena mengganggap
teknologi bisa menyelesaikan berbagai permasalahan.
Tentu saja, Imhasnya dari teknologi
bagi anak-anak sekolah yang merupakan embrio generasi muda akan mengikis budaya
gotong royong dan rasa kesetiakawanan.
Sikap budaya loe dan guwe adalah
sebuah tanda adanya sifat keegoan dan sikap yang tidak memperdulikan orang lain
kini sudah tampak ke permukaan. Hal ini disebabkan kemudahan-kemudahan yang
didapat dalam kebutuhan berteknologi tanpa harus melibatkan orang lain. Inilah
realita yang dihadapi saat ini.
Bukan hanya itu, dampak dari
teknologi pun sangat. terasa di zaman sekarang ini. Masyarakat tampaknya bila
sudah berhadapan dengan teknologi sudah mengatakan dirinya hebat. Sehingga
dengan sikap demikian, rasa ego dan hanya ingin menang sendiri begitu tampak ke
permukaan. Persoalan itu sernua, karena teknologi dianggap mereka sebagai upaya
penyelesaian terakhir. Padahal, tidaklah demikian.
Karena itu, bcrangkat itu semua
banyak hal yang bisa untuk kembali membangkitkan semangat kesetia- kawan
mclalui kegiatan teknologi. Diantaranya, mengeliminasi individualisme yang
mengarah keegoisme karena manusia tidak akan pernah mendapatkan apa yang sudah
didapat tanpa keterlibatan orang lain baik secara langsung maupun tidak
langsung. Berikutnya, juga tentunya tidak terfokus pada kecanggihan teknologi
untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Selanjutnya, memanfaatkan kemajuan
teknologi untuk berkomunikasi karena komunikasi merupakan lem yang berfungsi
sebagai perekat antar individu.
Akhirnya, rasa kesetiakawanan itu
mempunyai penjabaran yang sangat luas. Tentunya, hal itu berpulang kepada
seimpunya untuk menggunakan teknologi sebagai upaya untuk memupuk
kesetiakawanan. Oleh karenanya, tidak dibutuhkan waktu yang terlalu lama hingga
beberapa jam untuk bersimpati dan berempati dalam membangkitkan kembali rasa
kesetiakawan. Cukup meluangkan waktu satu menit saja dari waktu kesibukan kita
untuk melakukan komunikasi dengan orang-orang yang berada di sekitar kita.
Tapi, yang lebih penting, adanya kesadaran dan keinginan untuk mengakui hidup
kita adalah bagian hidup dari orang lain, karena keberhasilan manusia tidak
akan pernah ada tanpa kehadiran manusia. Sedangkan teknologi sebetulnya hanya
alat untuk mencapai kesetiakawanan.Bukankah Demikian.
* Terbit pada Majalah Bulanan SUAR NO.15/TH II/OKTOBER 2007 Hal 45 Penerbit YAYASAN SUAR BANGSA Alamat Redaksi Jl. Jenderal Sudirman N0.17 Tanjungpandan-Belitung 33412 Telp 0719-22064